29 Maret 2017 7:30 WIB | Category: Nasional
KUPANG, suaramerdeka.com – Kepala Pusat Data Laboratorium Kelautan dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr Widodo Pranowo mulai mengungkap kembali tragedi pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara di West Atlas Australia pada 21 Agustus 2009.
“Ungkapan Dr Widodo itu disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada 16-17 Maret 2017 dalam sebuah rapat yang mendiskusikan khusus tentang kasus Montara 2009 di Jakarta,” kata Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Selasa.
Ketua Peduli Timor Barat (PTB) itu mengatakan, ikut hadir dalam pertemuan tersebut untuk mendiskusikan kasus pencemaran Laut Timor di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dr Widodo mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya ikut aktif dalam memantau sejauh mana tumpahan minyak Montara memasuki wilayah ZEE Indonesia dan perairan teritorial Indonesia.
Tumpahan minyak akibat ledakan oil rig Montara di West Atlas Australia pada tanggal 21 Agustus 2009 tersebut dipantau oleh Balai Riset dan Observasi Kelautan secara kontinyu sejak awal September 2009. Hasil analisis ilmiah menyebutkan laju tumpahan minyak Montara, cenderung menuju ke arah barat laut dan mengalami dispersi yang cukup luas dari sumber ledakan.
“Pantauan dan perekaman citra satelit hingga November 2009 menunjukkan bahwa posisi tumpahan minyak terdekat (surfacial) dengan daratan hanya berjarak sekitar 67.698 km (37.76 Nm) arah tenggara Pulau Rote, NTT pada 10 September 2009,” kata dia.
Pada saat itu, kata Dr Widodo, Tim Balai Riset dan Observasi Kelautan mengestimasi, jika pergerakan minyak ini berlanjut mengikuti arus permukaan laut yang dominan ke arah barat-barat-laut (WNW) sepanjang Agustus hingga akhir September 2009.
Pergerakan minyak juga mengarah ke timur sejak awal Oktober 2009, dengan kemungkinan pertama diestimasi bahwa tumpahan minyak akan semakin mendekati Pulau Rote, selanjutnya masuk ke wilayah KKP Laut Sawu.
“Kemungkinan kedua, tumpahan minyak mengalami deposisi ke lapisan air laut yang lebih dalam, dan kemungkinan berikutnya dengan asumsi bahwa volume bocoran minyak bumi mencapai 500.000 liter per hari (AMSA-Australian Maritime Safety Authority). “Dengan demikian, maka tidak tertutup kemungkinan tumpahan minya yang terlihat atau sudah ada sebelumnya mengalami penyebaran atau deposisi dengan pola berbeda,” kata Dr Widodo.
(Andika Primasiwi / CN26 / SM Network)