detikTravel / Travel News / Detail Artikel
Sabtu, 16 Sep 2017 16:10 WIB | TRAVEL NEWS
Redaksi Travel: Bona
Jakarta – Kuda laut bawa cotton bud di Sumbawa jadi viral. Ini jadi tamparan karena manusia suka buang sampah ke laut. Sudah begini, apa ada solusinya? Sebuah foto kuda laut viral di sosial media. Bukan karena bentuknya yang unik, tapi karena benda yang dibawa. Kuda laut ini terlihat mengikatkan ekornya pada sebatang cotton bud di perairan Sumbawa NTB Cotton bud tersebut terseret arus laut sampai di dekat permukaan air laut.
Karena sampah, lagi-lagi biota laut harus jadi korbannya. Apa solusinya?
“Sampah di laut sumbernya bisa dari daratan yang masuk ke laut melalui muara, bisa juga buangan dari kapal-kapal,” ujar Dr. Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi pada Pusat Riset Kelautan KKP, eksklusif kepada detikTravel, Jumat (15/9/2017) kemarin. Menurutnya, diperlukan revolusi mental penduduk Indonesia dalam hal membuang dan mengelola sampah. Semua bisa di mulai dari dalam rumah. “Sampah-sampah harusnya dipilah-pilah sejak mulai dari rumah tangga. Pilahan tersebut tidak hanya berhenti di rumah tangga saja, tetapi mobil pengangkut sampah juga sudah harus tetap memisahkan jenis-jenis sampah tersebut,” Ungkap Widodo. Sistem ini juga harus diterapkan di kapal-kapal. Mereka boleh membuah sampah organik ke laut. Tapi sampah plastik dan lain sebagainya bisa dikumpulkan dulu di dalam kapal. Sesampainya di pelabuhan, sampah dibuang pada tempatnya. “Cotton bud adalah termasuk sampah bukan organik,” jelas Widodo.
Widodo menambahkan, bahwa pendidik tentang sampah harus dilakukan sejak dini. Sejak kecil bahkan sedari Taman Kanak-kanak atau TK. “Saat ini sekolah anak saya sudah TK, sudah ada bank sampah. Para siswa didik setiap minggu mereka mengumpulkan sampah botol plastik dan kotak packing bekas susu kotak tapi dalam bentuk sudah dibilas. Dicatat di setiap log book mereka, berapa jumlah sampah yang terkumpul. Nanti di akhir semester ada rewardnya,” tutur Widodo.
Kalau menurut Dr Ir Diah Permata Msc, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip, solusi yang tepat untuk sampah di lautan bukan hanya satu. Yang jelas pemerintah harus tegas. “Banyak banget yang terlibat soalnya, yang jelas pemerintah harus tegas dalam hal pengelolaan sampah. Kalau diberlakukan pembatasan ketat untuk seluruh sampah dengan sanksi yang jelas,” ujar Diah. Tanpa adanya pembatasan, semua orang akan tetap melakukan semuanya seperti biasa. Contoh negara yang disiplin dalam sampah adalah Jepang dan Singapura. “Kalau penegasan hukumnya jelas dan tegas, lama-kelamaan orang akan patuh. Kadang memang perlu dipaksa untuk menuju kedisiplinan yang berkelanjutan,” jelas Diah. Berpendapat sama, Diah juga menyarankan agar sampah mulai di pilah dari dalam rumah tangga. Walaupun terkesan idealis, tapi sistem ini berhasil di terapkan oleh Jepang dan Singapura. Indonesia kapan?(Reporter Detik Travel: bnl/aff)
Kalau menurut Dr Ir Diah Permata Msc, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip, solusi yang tepat untuk sampah di lautan bukan hanya satu. Yang jelas pemerintah harus tegas. “Banyak banget yang terlibat soalnya, yang jelas pemerintah harus tegas dalam hal pengelolaan sampah. Kalau diberlakukan pembatasan ketat untuk seluruh sampah dengan sanksi yang jelas,” ujar Diah. Tanpa adanya pembatasan, semua orang akan tetap melakukan semuanya seperti biasa. Contoh negara yang disiplin dalam sampah adalah Jepang dan Singapura. “Kalau penegasan hukumnya jelas dan tegas, lama-kelamaan orang akan patuh. Kadang memang perlu dipaksa untuk menuju kedisiplinan yang berkelanjutan,” jelas Diah. Berpendapat sama, Diah juga menyarankan agar sampah mulai di pilah dari dalam rumah tangga. Walaupun terkesan idealis, tapi sistem ini berhasil di terapkan oleh Jepang dan Singapura. Indonesia kapan?(Reporter Detik Travel: bnl/aff)
Sumber Asli Berita: Detik Travel