JawaPos.com: La Nina Membuat Ikan Berada di Lapisan Lebih Dalam

Anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) juga menyebutkan dampak lain dari meningkatnya suhu permukaan laut adalah meningkatnya probabilitas terjadinya siklon tropis atau badai di laut. Secara teoritis, ketika La Nina tingkat moderate memasuki periode Desember 2021 hingga Januari atau Februari 2022, sebenarnya kekuatan angin dari timur atau timur laut berangsur berkurang karena adanya angin musim barat yang bergerak dari barat atau barat laut.

Namun, bila suhu permukaan laut masih hangat atau panas disertai musim hujan, akan menghalangi lapisan termoklin untuk kembali ke posisinya yang normal. Sehingga habitat ikan diduga berada di lapisan yang lebih dalam dari kondisi normal.

Lantas, bagaimana dengan prediksi dampak terhadap laut, pesisir dan sektor kelautan dan perikanan? Widodo menyatakan, dari riset dan fakta yang pernah terjadi, La Nina pada Juni 2016 hingga Maret 2017 menyebabkan tangkapan Lemuru di Selat Bali menurun.

Berdasar kondisi tersebut, ketika La Nina habitat ikan berada di lapisan yang lebih dalam dari kondisi normal. Direkomendasikan bagi nelayan untuk memperpanjang tali pancing/tali jaring agar dapat mencapai kedalaman dimana ikan berada,” jelas Widodo Pranowo, pria asal Purwokerto itu.

Namun, untuk turun beroperasi menangkap ikan, sebelum berangkat melaut sebaiknya mengecek ramalan cuaca kondisi angin dan tinggi gelombang yang disediakan BMKG. Hal itu untuk menghindari terjebak angin atau badai ekstrim dan gelombang tinggi.

”Juga, perlu dilakukan pengecekan ulang kelengkapan dan fungsionalitas dari alat-alat darurat dan evakuasi,” papar Widodo Pranowo.

Widodo memperkirakan, La Nina pada Desember 2021 hingga Februari 2022 tidak akan berdampak petani garam. Sebab, biasanya ketika kondisi normal tanpa ENSO pada Desember–Februari adalah musim hujan. Sehingga petani garam umumnya libur memproduksi garam.

Lulusan University of Bremen tersebut juga mengimbau, para pelaku usaha perikanan umum daratan yang menggunakan keramba di sungai untuk mewaspadai La Nina. Sebab biasanya membawa curah hujan tinggi di atas normal.

Curah hujan yang tinggi berpotensi meningkatkan volume atau debit aliran sungai. Peningkatan debit tersebut akan mengakibatkan peningkatan kecepatan aliran sungai dan juga berpotensi melimpaskan massa air sungai ke darat,” terang Widodo Pranowo.

Dia menambahkan, kecepatan atau aliran massa air sungai berpotensi mengaduk sedimen di dasar sungai. Sehingga, menyebabkan tingkat kekeruhan yang sangat tinggi.

Sangat disarankan bagi para pelaku usaha perikanan umum daratan sistem keramba di sungai untuk selalu mengecek dan memperhatikan ramalan cuaca hujan (ekstrim) agar tidak terlambat mengevakuasi kerambanya,” ucap Widodo.

Editor : Latu Ratri Mubyarsah

Reporter : Agas Putra Hartanto/han/JPK