PERLU INFRASTRUKTUR MEMADAI AGAR PERINGATAN DINI TSUNAMI BERFUNGSI MAKSIMAL

Peristiwa gempa disusul tsunami di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya yang menewaskan ratusan orang mendorong sejumlah ahli melakukan penelitian terhadap fenomena alam yang tersebut. Terkait penelitian tsunami , Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) BPPT telah mengirim tim survey untuk melakukan pengumpulan data lapangan pasca bencana di kawasan Pulau Pagai Selatan, Utara dan Pulau Sipora.

Uniknya gempa yang terjadi di Mentawai ini tergolong dalam slow earthquake, yang jarang terjadi di Sumatera bagian barat. Slow earthquake atau gempa berayun ini terjadi dalam periode waktu yang cukup lama, jelas Ketua Tim Survey, Widjo Kongko dari BPDP BPPT, Selasa (30/11).

Karena gempa yang terjadi berayun dan lebih kecil dibanding yang terjadi tahun 2007 sehingga masyarakat menganggapnya hanya gempa biasa yang tidak menimbulkan tsunami. Karena kelengahan inilah maka gempa tsunami menimbulkan banyak korban jiwa, lanjut Widjo.

Gempa yang diikuti tsunami di dunia ini baru terjadi 12 kali, dengan tiga diantaranya terjadi di Indonesia dan terakhir yaitu gempa mentawai. Selain menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pemukiman warga, sejumlah koral atau terumbu karang yang terdapat di lautan diduga terbawa oleh tsunami dan ditemukan di wilayah pantai Mentawai, jelas Widjo.

Tim survey merupakan gabungan pakar dari Indonesia dan Jerman. Tim yang beranggotakan 10 orang dari berbagai institusi yaitu BPPT, Badan Geologi-Kementerian ESDM, Badan Riset Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan, (BRKP-KKP) University of Hamburg dan FI-Leibniz University of Hannover tersebut telah melakukan survey pada 21-28 November 2010.

Banyaknya korban di Mentawai, menurut Widjo, juga dikarenakan kondisi infrastruktur yang kurang memadai sehingga warga kesulitan dalam menerima peringatan terjadinya tsunami dari lembaga terkait. Pasokan listrik yang digunakan di Mentawai berasal dari pembangkit yang berbahan bakar diesel, sehingga jika malam hari listrik sudah dimatikan pada pukul 21.00. Bisa dibayangkan ketika gempa Mentawai terjadi malam hari, listrik sudah dimatikan sehingga masyarakat tidak menerima warning terjadinya tsunami. Bahkan ketika kami survey disana untuk mendapatkan sinyal handphone pun sangat susah, lanjut Widjo.

Jika ditilik dari kearifan lokal mengenai tsunami, berdasarkan hasil survey tim, masyarakat Mentawai sudah memiliki pengetahuan mengenai tsunami. Bahkan jalur evakuasi pun sudah tersedia di sana. Karena itu yang terpenting adalah sepelan apapun gempa terjadi, kalau berlangsung lebih dari setengah menit dan lokasinya dekat pantai, maka masyarakat disarankan untuk segera menuju tempat yang lebih aman, jelas Widodo Pranowo, salah satu anggota tim survey dari BRKP-KKP.

Selain perbaikan infrastruktur listrik dan telekomunikasi di wilayah Mentawai, tentunya tetap diperlukan adanya pendidikan terhadap masyarakat mengenai tanggap bencana gempa dan tsunami. Sehingga jatuhnya korban jiwa dapat diminimalisir lagi, terang Widjo.

(Sumber: bppt.go.id – 30/11/2010)