Tag: lemuru

Penyebaran Larva Ikan Lemuru Oleh Hidrodinamika Arus Laut Pun Bisa Dimodelkan Secara Numerik 2-Dimensi

Widodo S. Pranowo memberikan paparan tentang pemodelan hidrodinamika dan transpor euler-lagrangian untuk mensimulasikan penyebaran larva ikan Lemuru oleh arus laut pada workshop FPIK UB 8 November 2024.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (FPIK UB) mengadakan workshop Pemodelan Distribusi Lemuru di Jawa Timur dan Selat Bali, Jumat (8/11/2024). Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Sidang Lantai 2, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya (UB), yang dibuka secara langsung oleh Prof. Dr. Sc. Asep Awaludin Prihanto, S.Pi., MP., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik FPIK UB.

Workshop tersebut menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Widodo Setiyo Pranowo dan Agung Kurniawan dari Department of Oceanography, Indonesian Naval Postgraduate School (STTAL), yang juga dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Prof. Ir. Aida Sartimbul., M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Brawijaya.

Aida Sartimbul menyampaikan track record hasil riset terkait lemuru di Selat Bali dan Jawa Timur, serta memberikan ruang bagi mahasiswa di bawah bimbingannya untuk mempresentasikan rencana riset mereka. Delapan dari depanbelas mahasiswa Prof Aida Sartimbul, terlibat penelitian di instansi mitra seperti STTAL, BPISDKP, BMKG, dan BRIN. Upaya ini dilakukan dalam rangka untuk mendukung program Program Studi Ilmu Kelautan dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan khususnya dan Universitas Brawijaya umumnya dalam mendukung kelulusan mahasiswa tepat waktu.

Topik-topik riset yang dipaparkan oleh mahasiswa terbagi menjadi lima topik dengan didukung oleh 18 mahasiswa S1, S2, dan S3. Kelima topik tersebut antara lain pemetaan kesesuaian daerah ikan pelagis dan validasi GPS tracking Selat Bali dan Jawa Timur, pemodelan distribusi ikan pelagis Selat Bali dan Jawa Timur dengan menggunakan software MIKE, prediksi spawning ground dan karakteristik batimetri Muncar dan Selat Bali, tren penangkapan ikan pelagis dan fenomena iklim dengan pendekatan Python, serta studi mikroplastik pada perairan dan ikan pelagis di Jawa Timur dan Selat Bali.

Aida mengatakan, paparan hasil riset mahasiswa ini mendapat tanggapan positif dari para narasumber, yang mengapresiasi kualitas penelitian yang dilakukan dan memberikan masukan konstruktif untuk pengembangan lebih lanjut.

Sementara itu, Widodo Setiyo Pranowo pembicara dari Department of Oceanography, Indonesian Naval Postgraduate School (STTAL), mengungkapkan pentingnya pendekatan hidrodinamika dan ekologis dalam pemodelan, serta cara penentuan lokasi objek penelitian menggunakan berbagai parameter seperti suhu, salinitas, bathimetri, dan juga tingkah laku ikan. Widodo, yang juga merupakan peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menekankan bahwa kondisi hidrodinamika arus di laut merupakan kopling antara angin dan pasang surut sebagai gaya pembangkitan arus yang bertindak menyebarkan larva ikan Lemuru. Sementara kondisi angin di Selat Bali dan sekitarnya sangatlah dipengaruhi oleh interaksi atmosfer-laut regional seperti Sistem Monsun Asia-Australia, El Nino Southern Oscillation (ENSO), dan Dipole Mode Index (DMI). Seluruh komponen interaksi laut dan atmosfer termasuk juga kondisi batimetri sangat mempengaruhi kedalaman habitat dan berenangnya ikan Lemuru, demikian ditekankan oleh Widodo yang juga salah satu anggota dewan penasehat (scientific advisory board member) untuk Korea – Indonesia Marine Technology Cooperation and Research Center (MTCRC).

Read More Penyebaran Larva Ikan Lemuru Oleh Hidrodinamika Arus Laut Pun Bisa Dimodelkan Secara Numerik 2-Dimensi

KOMPAS: 2016, Tahun Terpanas di Bumi

Koran KOMPAS, Sabtu, 7 Januari 2017. Halaman 14.

IPTEK LINGKUNGAN & KESEHATAN: Meteorologi

KOMPAS, SABTU, 7 JANUARI 2017

JAKARTA, KOMPAS ━ Tahun 2016 dinobatkan sebagai terpanas dengan rekor baru dalam kenaikan suhu global yang mencapai 0.86 derajat celsius dibandingkan rata-rata periode referensi tahun 1961-1990. Kenaikan suhu bumi secara progresif itu turut memicu penyimpangan pola cuaca yang kian kerap.

Kenaikan suhu global itu dilaporkan World Meteorological Organization (WMO), seperti disebut peneliti cuaca dan iklim ekstrem BMKG, Siswanto, Jumat (6/1). “Kenaikan suhu ini melampaui rekor lama tahun 2015 yang tercatat setinggi 0,77 celsius,” katanya.
Kenaikan temperatur global terpantau progresif dalam periode panjang dengan fluktuasi kenaikan mengikuti variabel iklim, terutama pengaruh El Nino dan La Nina. “Kejadian Super El Nino yang menguat sejak paruh ketiga 2015 hingga pertengahan 2016 telah melesatkan suhu global lebih panas 0,2 derajat celsius dari rekor 2015,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, kenaikan suhu global memicu perubahan iklim. Dampak ikutannya frekuensi penyimpangan pola cuaca kian tinggi dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Kenaikan suhu atmosfer, kata Siswanto, juga diikuti menghangatnya temperatur laut global secara progresif. Pada November 2016, kenaikan suhu perairan laut mencapai 0,76 derajat celsius dibanding 30 tahun sebelumnya. Pada 2015, kenaikan suhu perairan global 0,73 derajat celsius dan pada 2010 kenaikannya 0,57 derajat celsius, juga dibandingkan 30 tahun sebelumnya.
Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, kenaikan suhu di permukaan laut saat ini kemungkinan menyebar vertikal ke lapisan lebih dalam. Itu menyebabkan kenaikan suhu laut melambat sejak 2009, tetapi progresif. Jika kondisi ini berlanjut, ia khawatir akan terjadi fenomena pembalikan arus utama samudra di dunia. Dampaknya besar, termasuk pada kematian terumbu karang dan kehidupan ikan.

Read More KOMPAS: 2016, Tahun Terpanas di Bumi

TRIBUN BALI: Diterpa La Nina, Nelayan Jembrana Dipastikan Paceklik Lemuru Hingga Maret 2017

Ratusan Perahu Selerek di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara terparkir rapi selama beberapa bulan belakangan ini lantaran sepi tangkapan ikan Lemuru, Rabu (28/9/2016). FOTO: Tribun Bali/ I Gede Jaka Santhosa.
Ratusan Perahu Selerek di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara terparkir rapi selama beberapa bulan belakangan ini lantaran sepi tangkapan ikan Lemuru, Rabu (28/9/2016). FOTO: Tribun Bali/ I Gede Jaka Santhosa.

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA – Sepinya tangkapan ikan Lemuru di laut Kabupaten Jembrana, Bali dipastikan akan berlangsung hingga tahun 2017 mendatang. Hal tersebut terungkap saat Badan Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Seacorm melangsungkan sosialisasi penerapan Ocean Health Index (OHI) atau Kesehatan Laut di Bali di BPOL Seacorm Desa Perancak, Kecamatan Jembrana, Rabu (28/9/2016) pagi.

Kepala Laboratorium di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir (P3SDLP), Dr. Ing Widodo Setiyo Pranowo mengatakan berdasarkan data yang dikumpulkan pihaknya mulai tahun 2002 lalu, persebaran ikan Lemuru yang biasanya ramai di Selat Bali dan pesisir Bali Selatan kini mengalami perubahan. “Ketika terjadi El Nino ikan Lemuru ini justru meningkat di perairan Bali. Ketika La Nina justru berkurang atau menghilang sama sekali dari Selat Bali,” katanya. “La Nina tahun ini starting pointnya di Bulan Juni dan diprediksi akan berakhir pada Maret 2017 mendatang. Sehingga bisa dipastikan tidak ada ikan Lemuru lagi,” tandas Widodo pagi ini.

(I Gede Jaka Santhosa|Rabu, 28 September 2016 12:02)

Sumber: TRIBUN-BALI.COM

ANTARA Bali.COM: Paceklik Ikan Lemuru Diprediksi Hingga 2017

Dr. Widodo Pranowo, memberikan sambutan pembukaan pada acara Workshop Sosialisasi Penerapan Ocean Health Index (OHI) di Bali. Berlangsung di Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL), Jembrana, 28 September 2016.
Dr. Widodo Pranowo, memberikan sambutan pembukaan pada acara Workshop Sosialisasi Penerapan Ocean Health Index (OHI) di Bali. Berlangsung di Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL), Jembrana, 28 September 2016. (FOTO: BPOL)

| 408 Views via ANTARA BALI.COM
Negara (Antara Bali) – Paceklik ikan jenis lemuru, yang merupakan habitat endemi di Selat Bali, diperkirakan akan berlangsung hingga bulan Maret 2017 akibat cuaca La Nina. Hal itu terungkap saat sosialisasi penerapan Ocean Health Index (OHI) atau Kesehatan Laut, yang diselenggarakan Balai Penelitian Dan Observasi Laut (Seacorm) di Desa Perancak, Kecamatan Jembrana, Rabu.
“Melihat data dari penangkapan lemuru beberapa tahun terakhir, kami analisa, saat terjadi El Nino hasil tangkap nelayan justru meningkat, sementara saat La Nina cenderung menurun atau bahkan ikan jenis itu menghilang dari Selat Bali,” kata Widodo S. Pranowo, dari Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Laut Dan Pesisir. Ia mengatakan, seberapa besar dampak La Nina terhadap hasil tangkap nelayan, tergantung kekuatan anomali cuaca tersebut, yang diperkirakan mencapai puncaknya pada bulan Oktober hingga November. Menurutnya, apa yang terjadi di Selat Bali terkait keberadaan ikan lemuru, juga terjadi di wilayah lainnya, sehingga ada kecenderungan nelayan penangkap ikan tuna mengarah ke sisi selatan samudera. “Logikanya, kapal-kapal penangkap tuna pasti mencari keberadaan ikan tersebut. Kapal-kapal itu saat ini mengarah ke sisi selatan samudera, yang kemungkinan besar ikan jenis tuna berada di sana,” ujarnya.