“I let my life flow into the ocean” | "Ngetutke ilining banyu" | Perjalanan seorang bocah yang takut dengan air karena pernah tenggelam di sungai namun dikemudian hari berkarir di sektor kelautan bidang oseanografi terapan.
KUPANG, suaramerdeka.com – Kepala Pusat Data Laboratorium Kelautan dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr Widodo Pranowo mulai mengungkap kembali tragedi pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara di West Atlas Australia pada 21 Agustus 2009.
“Ungkapan Dr Widodo itu disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada 16-17 Maret 2017 dalam sebuah rapat yang mendiskusikan khusus tentang kasus Montara 2009 di Jakarta,” kata Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Selasa.
“Indonesia has continued to study the impact of the explosion of the Montara oil rig spilling oil causing heavy pollution in the Timor sea in 2009. “
Kupang, E Nusa Tenggara (Antara NTT) – Indonesia has continued to study the impact of the explosion of the Montara oil rig spilling oil causing heavy pollution in the Timor sea in 2009.
Earlier this month, Dr Widodo Pranowo, head of the Marine and Fishery Research Center reported data about the extent of damage caused by the pollution in Indonesian territory to the Coordinating Minister for Maritime Affairs Luhut Pandjaitan at a meeting in Jakarta on the Montana tragedy, Ferdi Tanoni, chairman of a team of advocacy of victims of the Montana disaster, told reporters here on Tuesday.
JAKARTA, KOMPAS — Perairan Indonesia rentan terdampak pencemaran minyak dari kegiatan eksplorasi ataupun pelayaran. Pencemaran dari aktivitas pelayaran umumnya berasal dari kecelakaan akibat tabrakan kapal serta indikasi kesengajaan, sebagaimana terjadi di perairan Batam dan Bintan setiap tahun. “Secara nasional, pencemaran limbah minyak ini belum mendapat perhatian dibandingkan pencemaran akibat pembakaran hutan. Ini karena dampaknya kerap bersifat lokal meski penyebabnya bisa dari perairan internasional,” kata Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Laut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Kus Prisetiahadi di Jakarta, Kamis (9/3). Perairan yang langganan tercemar minyak ialah Bintan dan Batam, selain Karimun. “Hampir setiap tahun kawasan ini tercemar minyak, yakni di musim angin utara, saat arus laut mengarah dari perairan Singapura ke Indonesia,” ucapnya. Perairan lain yang kerap tercemar akibat tumpahan minyak adalah Kepulauan Seribu, Indramayu, dan Cilacap. Pencemaran di Kepulauan Seribu disebabkan eksplorasi minyak lepas pantai. Sementara di Indramayu dan Cilacap, pencemaran berasal dari kombinasi eksplorasi minyak dan pelayaran. Pada tahun 2009, nelayan Indonesia dirugikan akibat pencemaran minyak di Laut Timor. Pencemaran itu disebabkan sumur minyak Montara yang dikelola perusahaan Australia meledak. Pemerintah pernah mengajukan ganti rugi 5 juta dollar Amerika Serikat, tetapi hingga kini prosesnya belum selesai.
Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Pranowo mengungkapkan, ada indikasi kuat pencemaran minyak di perairan Batam dan Bintan setiap tahun disebabkan unsur kesengajaan. Kapal-kapal tanker yang masuk ke Singapura wajib dalam kondisi bersih limbah, terutama minyak, dan mereka cenderung membuangnya di perairan kita.
Rosmiyati Dewi Kandi, CNN Indonesia | Selasa, 10/01/2017 21:28 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Banjir yang menerjang Jakarta pada 2007 membuat pemerintahan saat itu membuka mata. Penurunan muka tanah di kota dengan penduduk terpadat kedua di dunia itu dianggap menjadi salah satu penyebab banjir di daratan. Tahun lalu, 70 persen wilayah Jakarta Utara—termasuk tanggul laut dan sungai—berada di bawah permukaan laut. Dalam empat tahun mendatang diprediksi luas wilayah yang akan ‘tenggelam’, mencapai 80 persen, dan sebanyak 90 persen wilayah Jakarta Utara akan tenggelam pada 2030, dengan catatan tak ada intervensi. Jika itu terjadi, keselamatan 6,3 juta jiwa penduduk terancam, keberlangsungan aset infrastruktur penting di wilayah pesisir seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, jaringan jalan tol, dan tiga pembangkit listrik bakal terganggu. Atas alasan itu, pemerintah merencanakan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang terdiri dari tiga tahap. Tahap A, peninggian dan penguatan tanggul laut di utara Jakarta sepanjang 120,2 kilometer serta reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. Tahap B, pembangunan tanggul terluar, dan Tahap C, pembangunan tanggul raksasa yang dikenal dengan nama Giant Sea Wall. Untuk merealisasikan proyek tanggul raksasa itu, Presiden Joko Widodo berencana menerbitkan Peraturan Presiden Penanggulangan Bencana dan Penataan Terpadu Pesisir Ibukota Negara sebagai payung hukum. Dalam draf Perpres disebut dua bencana yang akan dihadapi Jakarta: penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut.
Tanggul laut yang sedianya untuk menahan banjir, diintegrasikan dengan reklamasi 17 pulau yang bakal memproduksi lebih banyak bangunan dan kawasan industri. Menurut Roadmap Bappenas, lahan hasil reklamasi dimanfaatkan untuk perumahan, perkantoran, perdagangan, jasa, Meeting, Insentive, Convention, and Exhibition (MICE), pariwisata, dan pelabuhan. Berdasarkan proyeksi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 17 pulau reklamasi akan dihuni oleh 750 ribu jiwa penduduk, dan saat siang hari dihuni oleh 1,2 juta jiwa.
Peneliti Badan Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, penurunan permukaan tanah terjadi karena dua hal, yaitu pengambilan air tanah yang berlebihan dan beban dari bangunan yang ada di permukaan tanah. “Untuk mengurangi laju penurunan tanah, harus mengurangi ekstraksi air tanah atau mengurangi beban di permukaan tanah. Logikanya, menghentikan pembangunan dan mengendalikan peruntukan kawasan di pesisir utara Jakarta,” kata Widodo kepada CNNIndonesia.com, 14 Desember 2016.