“I let my life flow into the ocean” | "Ngetutke ilining banyu" | Perjalanan seorang bocah yang takut dengan air karena pernah tenggelam di sungai namun dikemudian hari berkarir di sektor kelautan bidang oseanografi terapan.
DETIK TRAVEL, Nusa Penida – Video sampah di Laut Nusa Penida Bali tengah viral. Penuh dengan sampah dari permukaan sampai ke dasar laut, dari mana sampah-sampah itu berasal?
detikTravel melakukan wawancara dengan Peneliti Oseanografi Pusat Riset dan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dr. Widodo Pranowo, Rabu (7/3/2018). Widodo menjelaskan asal sampah-sampah di perairan Nusa Penida. “Kalau melihat pola arus, pada akhir Februari hingga awal Maret, arus yang memasuki Selat Lombok itu berasal dari Selat Makassar dan Laut Jawa,” ujar Widodo.Read MoreDETIK TRAVEL: Dari Mana Sampah yang Mencemari Laut Bali?
Trubus.id — Hampir tiga perempat bagian atau lebih dari 70 persen permukaan bumi merupakan kawasan laut. Tanpa sadar, plastik yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia, akan berakhir di kawasan sekitar laut, pecah menjadi bagian paling kecil atau mikroplastik. Benarkah jika manusia berkontribusi pada kehancuran biota laut?
Menurut Peneliti Oseanografi Pusat Riset dan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dr. Widodo Pranowo, plastik menjadi serpihan dengan ukuran kurang dari lima milimeter karena faktor panas, gelombang, sinar ultraviolet, dan bakteri. Tidak hanya plastik dalam bentuk makro yang terdegradasi, limbah cair rumah tangga yang langsung digelontorkan ke sungai dan berakhir di laut tanpa diolah oleh Industri Pengelolaaan Air Limbah (IPAL), turut memperburuk kondisi mikroplastik di perairan Indonesia. “Karena mikroplastik juga banyak terdapat di deterjen, sabun muka, sabun cair, dan sampo. Berbentuk bintil-bintil mungil yang berfungsi sebagai scrub,” jelas Widodo kepada Trubus.id, Jumat (23/2).
WARTA KOTA, PALMERAH – Super blue blood moon tidak hanya indah namun juga menimbulkan kondisi lain. Ahli kelautan Dr Ing Widodo S Pranowo mengatakan, sebetulnya fenomena supermoon ini adalah fenomena biasa, di mana posisi bumi diapit oleh matahari dan bulan secara garis lurus. Fenomena ini memberikan gaya gravitasi terhadap permukaan air laut. Tarik menarik permukaan air laut ini akan menyebabkan naiknya permukaan air laut.
Ketika terjadi bulan purnama juga terjadi naiknya permukaaan air laut. Namun saat supermoon, kenaikan permukaan laut menjadi lebih besar karena gaya gravitasi bulan lebih kuat. “Walaupun tidak ada supermoon, permukaan air laut sudah pasang. Ketika supermoon, gaya tarik bulan lebih besar. Kekhawatiran terbesar adalah rob yang lebih tinggi,” ujar Widodo yang dihubungi Warta Kota, Selasa (30/1).
Kenaikan rob ini lebih besar lagi terutama di pantai utara Pulau Jawa dan Jakarta, karena ada fenomena landsubsidence atau menurunnya muka tanah. Adanya hujan juga akan menambah tingginya kenaikan rob. Hujan akan menambah volume air laut, sementara di laut terjadi pasang. Terkait dengan ikan, Widodo mengaku dari riset yang ada, tidak ada hubungannya dengan gerhana. Yang ada hubungannya adalah dengan terumbu karang. Beberapa terumbu karang mengeluarkan telur pada saat bulan purnama. Kalau telurnya terbawa arus dan menempel, akan tumbuh menjadi terumbu karang baru.