Tag: widodo setiyo pranowo

KORAN TEMPO: Peneliti Ingatkan Bahaya Reklamasi

BERITA | Selasa, 19 September 2017 | KORAN TEMPO

Peneliti Ingatkan Bahaya Reklamasi:

Sejalan dengan temuan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Reporter: Avit Hidayat |avit.hidayat@tempo.co.id

Koran TEMPO, Selasa, 19 September 2017 (Reporter; Avit Hidayat)

JAKARTA — Sejumlah peneliti lingkungan kembali memperingatkan pemerintah soal bahaya proyek reklamasi Teluk Jakarta. Mereka meminta pemerintah tidak melanjutkan megaproyek pengurukan laut untuk membuat 17 pulau tersebut. “Saya melihat ini mau digiring seperti asas ketelanjuran,” kata ahli oseanografi Institut Pertanian Bogor, Alan Frendy Koropitan, ketika dihubungi kemarin. Dalam waktu dekat, pemerintah berencana mencabut sanksi penghentian sementara (moratorium) reklamasi Pulau G.

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan pencabutan moratorium Pulau C dan D. Tapi keputusan resmi pencabutan moratorium reklamasi ketiga pulau tersebut akan diterbitkan serempak. Menurut Alan, pemerintah seperti memposisikan diri untuk menyelamatkan investasi. Memang, kata dia, penyelamatan investasi tidak dilarang. Tapi penyelamatan investasi juga harus memperhatikan keselamatan lingkungan. Bersama Koalisi Pakar Interdisiplin, Alan pernah merilis kajian pada 14 Oktober 2016. Dalam koalisi itu bergabung sejumlah peneliti, termasuk dari Lem-baga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kajian Koalisi menyebutkan reklamasi 17 pulau bakal memperparah pendangkalan dan pencemaran di Teluk Jakarta. Sumber utama sedimentasi, menurut kajian Koalisi, memang bukan berasal dari material reklamasi. Teluk Jakarta terus mengalami pendangkalan karena lumpur dan kotoran yang dibawa 13 sungai yang melintasi Ibu Kota. Tapi, setelah terbendung tanggul dan pulau reklamasi, proses sedimentasi akan lebih cepat, sekitar 50-60 sentimeter per tahun. Koalisi juga mengkritik rencana megaproyek Giant Sea Wall. Menurut mereka, tanggul laut raksasa itu akan membuat Teluk Jakarta semakin tercemar dan menjadi “comberan
raksasa”.

Peneliti senior dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Widodo Setiyo Pranowo, mengatakan hal senada. Menurut dia, pembangunan tanggul laut dan re-klamasi 17 pulau berpotensi menjadikan Teluk Jakarta seperti “comberan raksasa” lantaran arus air laut di dalam tanggul mengecil. “Yang kami takutkan, kalau dari muara sungai tak dikontrol, limbahnya akan membusuk dalam tanggul,” ucap Widodo.

Read More KORAN TEMPO: Peneliti Ingatkan Bahaya Reklamasi

DetikTravel: Cukup, Jangan Ada Lagi Kuda Laut Membawa Cotton Bud

detikTravel / Travel News / Detail Artikel

Sabtu, 16 Sep 2017 16:10 WIB | TRAVEL NEWS
Redaksi Travel: Bona
Jakarta – Kuda laut bawa cotton bud di Sumbawa jadi viral. Ini jadi tamparan karena manusia suka buang sampah ke laut. Sudah begini, apa ada solusinya? Sebuah foto kuda laut viral di sosial media. Bukan karena bentuknya yang unik, tapi karena benda yang dibawa. Kuda laut ini terlihat mengikatkan ekornya pada sebatang cotton bud di perairan Sumbawa NTB Cotton bud tersebut terseret arus laut sampai di dekat permukaan air laut.
Karena sampah, lagi-lagi biota laut harus jadi korbannya. Apa solusinya?
“Sampah di laut sumbernya bisa dari daratan yang masuk ke laut melalui muara, bisa juga buangan dari kapal-kapal,” ujar Dr. Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi pada Pusat Riset Kelautan KKP, eksklusif kepada detikTravel, Jumat (15/9/2017) kemarin. Menurutnya, diperlukan revolusi mental penduduk Indonesia dalam hal membuang dan mengelola sampah. Semua bisa di mulai dari dalam rumah. “Sampah-sampah harusnya dipilah-pilah sejak mulai dari rumah tangga. Pilahan tersebut tidak hanya berhenti di rumah tangga saja, tetapi mobil pengangkut sampah juga sudah harus tetap memisahkan jenis-jenis sampah tersebut,” Ungkap Widodo. Sistem ini juga harus diterapkan di kapal-kapal. Mereka boleh membuah sampah organik ke laut. Tapi sampah plastik dan lain sebagainya bisa dikumpulkan dulu di dalam kapal. Sesampainya di pelabuhan, sampah dibuang pada tempatnya. “Cotton bud adalah termasuk sampah bukan organik,” jelas Widodo.
Widodo menambahkan, bahwa pendidik tentang sampah harus dilakukan sejak dini. Sejak kecil bahkan sedari Taman Kanak-kanak atau TK. “Saat ini sekolah anak saya sudah TK, sudah ada bank sampah. Para siswa didik setiap minggu mereka mengumpulkan sampah botol plastik dan kotak packing bekas susu kotak tapi dalam bentuk sudah dibilas. Dicatat di setiap log book mereka, berapa jumlah sampah yang terkumpul. Nanti di akhir semester ada rewardnya,” tutur Widodo.
Read More DetikTravel: Cukup, Jangan Ada Lagi Kuda Laut Membawa Cotton Bud

KOMPAS: KLHK Belum Mau Berkomentar: Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Nilai Penerbitan HPL dan HGB Atas Pulau C dan D Langgar Aturan

KOMPAS Cetak, Kamis, 31 Agustus 2017

METROPOLITAN

KOMPAS Cetak, Kamis, 31 Agustus 2017 (Reporter: ISW/AIK/DEA/DD14)

JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan sertifikat HPL dan HGB atas pulau reklamasi C dan D disebut melanggar hukum. Pemerintah pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang memotori moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta tak juga mengeluarkan tanggapan resmi atas hal ini.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (30/8), belum merespons pertanyaan Kompas terkait dengan hak pengelolaan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB) yang diterbitkan untuk Pulau C dan D. Permintaan konfirmasi diajukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Yuyu Rahayu. Sikap KLHK ditunggu, setidaknya diharapkan bisa memberikan keterangan bahwa proyek pulau reklamasi Teluk Jakarta saat ini benar telah sesuai dengan hukum atau tidak. Dalam penelusuran Litbang Kompas atas pemberitaan terkait reklamasi diketahui, pada akhir 2016, moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta diperpanjang dari 24 Desember hingga maksimal 120 hari ke depan (April 2017). Menteri KLHK minta analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) selesai dua-tiga minggu terhitung dari Desember 2016 itu. Pembangunan di Pulau C dan D dihentikan disertai dengan 11 sanksi.

Read More KOMPAS: KLHK Belum Mau Berkomentar: Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Nilai Penerbitan HPL dan HGB Atas Pulau C dan D Langgar Aturan

KOMPAS: Informasi Pasang Surut Kembali Bisa Diakses

KOMPAS Cetak, Rabu, 30 Agustus 2017

IPTEK, LINGKUNGAN & KESEHATAN

Kompas Cetak, Rabu, 30 Agustus 2017. (Reporter: AIK).

Masyarakat bisa mengakses kembali informasi prakiraan pasang surut di seluruh perairan Indonesia melalui aplikasi berbasis Android. Informasi ini menyediakan prediksi naik turun muka air laut selama 14 hari ke depam dalam rentang per jam. ” Sebelumnya, aplikasi ini tidak bisa diakses selama beberapa bulan karena serangan peretas di pusat data KKP”, kata Widodo Pranowo, Kepala Laboratorium Data laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Jakarta Selasa (29/8). Saat tidak bisa diakses, banyak warga mengeluhkan hal itu, terutama para pembudidaya rumput laut yang membutuhkan informasi pasang surut untuk merencanakan penanaman atau pemanenan rumput laut. Sistem informasi pasang surut untuk publik ini dirintis sejak 2011. (AIK)