detikTravel / Travel News / Fokus Berita: Fenomena Sampah di Bali
Rabu, 03 Jan 2018 18:45 WIB
Redaksi Travel: Bona (bnl/aff)
Jakarta – Sampah di Bali kini makin jadi sorotan. Terjadi sekali setahun, ini kata peneliti soal fenomana sampah di Bali.
Fenomena sampah di Pantai Kuta kian jadi sorotan Internasional. Kecantikannya yang dulu tersohor kian memudar karena sampah. Dibilang fenomena setahun sekali, apa kata peneliti?
“Sampah itu adalah material pasif, jadi keberadaannya di suatu kawasan laut tertentu pastinya ditranspor (diangkut) oleh arus. Arus yang mengangkut sampah itu adalah arus permukaan,” kata Dr. Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi pada Pusat Riset Kelautan KKP, eksklusif kepada detikTravel, Rabu (3/1/2018).
Arus permukaan sendiri dibangkitkan oleh kopel antara beda elevasi muka laut akibat pasang surut dan seretan angin kepada muka laut.
Lalu bagaimana terjadinya fenomena sampah ini?
“Pada Musim Barat, di Laut Jawa, manakala angin bertiup dari arah barat menuju timur, maka akan berkesempatan mengangkut sampah-sampah dari Laut Jawa ke timur,” ujar Widodo.
Widodo menambahkan, dalam hal ini apabila arus kemudian berbelok ke selatan menuju Selat Bali, bisa jadi sampah akan terangkut menuju Selat Bali pula.
“Saat sampah terangkut masuk ke Selat Bali akibat arus permukaan dari arah barat, maka sampah akan terdorong ke arah tenggara, yakni sampah akan terakumulasi di pesisir barat Bali,” jelas Widodo.
Rentang waktu setahun sekali terjadi tiap Musim Barat, yakni Desember, Januari, Februari. Bulan Maret-April adalah waktu tentative, karena sudah masuk ke angin musim peralihan dari musim barat ke musim timur.
Apa fenomena ini akan timbul lagi setelah musim barat atau di musim tentative?
“Bisa jadi, namun mungkin sumber sampahnya tidak bakal sejauh dari Laut Jawa. Mungkin sumbernya dari Selat Madura atau pesisir Jatim bagian timur yang masih menyatu dengan Selat Bali,” ungkap Widodo.
Solusi terbaik dari masalah ini adalah tidak membuang sampah sembarangan. Apalagi ke laut dan sungai. Akibatnya bisa fatal, contohnya Bali.
“Selat Bali kan juga padat jalur pelayaran tradisional dan feri penyebrangan. Bisa jadi mereka juga membuang sampah di Selat Bali, karena nggak ada yang mengawasi. Dan tentu saja, memperbanyak tong sampah di tempat wisata,” tutup Widodo. (bnl/aff)